Litigasi - Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dalam tindakan hukum penggabungan atau merger perusahaan harus memperhatikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Nah, salah satu pihak tertentu yang dimaksud oleh undang-undang adalah pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan adanya tindakan hukum penggabungan perusahaan. Undang-undang secara tegas memerintahkannya, hal ini menghindari timbulnya kerugian bagi pemegang saham minoritas.
Persoalan ketidak-setujuan pemegang saham minoritas ini sebagai ganjalan pelaksanaan merger secara sempurna. Untuk menyelesaikannya dapat menempuh jalur negosiasi, mediasi atau musyawarah kekeluargaan demi mencari solusi agar masing-masing pihak tidak merasa dirugikan dan dikorbankan. Sekecil apapun, pemegang saham minoritas tetap memiliki hak di dalam perusahaan, sehingga harus diperhitungkan.
Menurut ketentuan Pasal 126 Ayat (2) bahwa Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan perusahaan hanya boleh menggunakan haknya untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, sebagaimana juga dinyatakan di dalam Pasal 62 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Penentuan harga saham dengan memandang prinsip kepatutan atau kewajaran, tidak saling memberatkan. Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli tersebut melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 62 Ayat (2) UU No. 40 tahun 2007.
Jika terdapat tindakan ketidak adilan dan ketidak wajaran yang dilakukan oleh perseroan, dan semua jalur penyelesaian telah ditempuh, pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi kedudukan perseroan tersebut.