Litigasi - Kemerdekaan berpendapat secara lisan maupun tulisan adalah hak setiap warga negara. Pendapat atau opini dalam ilmu komunikasi selalu terkait dengan sikap yang dinyatakan secara verbal. Artinya, dalam sikap itu seseorang sudah menggunakan pikirannya sehingga melahirkan setuju, tidak setuju, suka, tidak suka atau netral. Pendapat merupakan penilaian, berbeda dengan ujaran kebencian. Misalnya, Jika hanya mengatakan Pemerintah buruk atau gagal, maka hal tersebut hanya pendapat dan itu tidak dilarang, tetapi jika sudah mengajak orang lain membenci kelompok lain, maka itu persoalan yang berbeda. Namun terkadang masyarakat tidak paham batasan mengemukakan pendapat dengan ujaran kebencian.
Bentuk ujaran kebencian yang saat ini sering digunakan seperti penghinaan, pencemaran nama baik, penghinaan, provokasi, penghasutan dan penyebaran berita bohong yang melibatkan aspek suku, agama, aliran keagamaan, ras, etnik, antar golongan, kepercayaan, warna kulit, gender, kaum difabel dan orientasi seksual yang disampaikan melalui orasi kampanye, pidato keagamaan, media massa, dan media sosial. Implikasinya begitu besar, seperti terjadi konflik dan disintegritas, diskriminasi, kekerasan dan pada tingkat yang ekstrem dapat memunculkan kebencian kolektif yang berujung pada penyerangan atau persekusi pada kehidupan di masyarakat.
Menurut berbagai ahli ujaran kebencian memiliki beragam pengertian misalnya Margareth Brown – Sica dan Jeffrey Beall menyebutkan bahwa hate speech atau ujaran kebencian berwujud dalam banyak tindakan seperti menghina, menyakiti atau merendahkan kelompok minoritas tertentu dengam berbagai macam sebab, baik berdasarkan ras, gender, etnis, kecacatan, kebangsaan, agama, orientasi seksual atau karakteristik lain. Sedangkan Kent Greenawalt, hate speech merupakan penghinaan dan julukkan personal yang sangat kasar yang ditujukan kepada ras, etnis, agama, gender atau preferensi seksual yang dapat menimbulkan masalah tertentu.
Di Indonesia terdapat aturan yang mengatur mengenai larangan ujaran kebencian.
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 156 KUHP yang berbunyi :
(1) Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau meremehkan (minacthing) terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara maksimum empat (4) tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Yang diartikan dengan golongan untuk pasal ini dan pasal berikutnya ialah tiap bagian dari penduduk Indonesia yang berbeda dengan bagian atau beberapa bagian lainya karena suku-bangsa (ras), adat-istiadat, agama, daerah asal, keturunan, kebangsaan (nasionalitas) atau kedudukan menurut hukum tata Negara.
Pasal di atas berkaitan dengan Pasal 154 KUHP, baik karena rumusan tindakannya yang terlarang yang sama tetapi berbeda objek, maupun karena sejarahnya yang tidak “menguntungkan” kehadiran pasal-pasal itu. Perumusan tindakannya yang terlarang ialah “menyatakan perasaan permusuhan, kebencian dan peremehan”, Objeknya pada Pasal 154 adalah Pemerintah, Sedangkan pada Pasal 156 adalah Golongan-rakyat. Pasal 154, 155, 156, 156 a dan 157 KUHP terkenal dengan julukan “pasal-pasal penaburan kebencian” (Haatzaai-artikelen), yang tidak disenangi oleh mereka yang ingin menegakkan keadilan atau setidak-tidaknya oleh mereka yang ingin meluruskan sesuatu yang dipandang menyimpang.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Pasal 45 ayat (2) yang berbunyi:
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00,- (Satu miliar rupiah).
Kwalifikasi Pasal ini adalah tindakan penyebaran kebencian dengan menggunakan fasilitas internet atau media elektronik lainnya.
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2 atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Bagian yang paling dekat dengan istilah "ujaran kebencian" adalah jika dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain. Sekedar catatan, isu ujaran kebencian tak bisa lepas dari isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang jadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, diperlukan kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik, dan juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tanpa diskriminasi.
PBB pun sepakat untuk menetapkan sebuah kovenan yang disebut dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang ditetapkan pada 16 Desember 1966. Pasal 20 ayat (2) kovenan tersebut menyatakan, "Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum"