Penulis - FAISAL RIZA, SH., MH.*
Hampir setiap tahun ada saja orang asing (bukan warga negara Indonesia) datang dan menetap di Indonesia, jumlahnya banyak dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Kedatangan mereka ke Indonesia bukan hanya sekedar berwisata, tapi juga menanamkan modalnya untuk usaha bahkan untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya di Indonesia.
Ada sebanyak 547,2 ribu orang asing di Indonesia dan pada tahun 2010 bertambah menjadi 594,7 orang (Gatot Supramono, 2012:1). Tentu jumlah ini akan meningkat dengan dibukanya sistem Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang memberikan kebebasan terhadap aliran barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta investasi dari Negara luar ke Indonesia.
Baca juga; Redistribusi Tanah
Menurut data Dirjen Imigrasi Kemenkumham berdasarkan perlintasan manusia pada periode Januari-Juni 2017, telah melayani perlintasan orang sebanyak 19.089.288. dari data tersebut sebanyak 5.133.345 adalah warga Negara asing yang datang ke Indonesia (Tribunnews.com 5 Juli 2017).
Keberadaan orang asing di Indonesia tentu memberikan suasana kehidupan yang berbeda bagi masyarakat. Perubahan kultur akan terjadi, etos kerja masyarakat Indonesia akan tinggi. Selama berada di Indonesia orang asing dapat melakukan kegiatan bisnis sehingga berdampak pada perekonomian Indonesia.
Baca juga; Surat Perintah Penangkapan Tidak Sah Jika Berlaku Surut
Orang asing dapat menanamkan modalnya keperusahaan-perusahaan dengan cara membeli saham langsung atau melalui bursa efek. Kesempatan bagi perusahaan yang berbadan hukum asing berbisnis di Indonesia hanya sebatas bidang tertentu saja seperti pertambangan minyak dan gas bumi, bidang angkutan laut dan angkutan udara khususnya untuk angkutan luar negeri, bidang perbankan perusahaan asing hanya dapat mendirikan kantor cabangnya di Indonesia.
Keberadaan orang asing yang menetap di Indonesia pasti menimbulkan perbuatan hukum. Orang asing berhak melakukan perkawinan dan dapat memilih orang Indonesia sebagai pasangannya dan berhak menerima upah atau gaji dari pekerjaan yang dilakukannya, berhak melakukan jual beli berbagai jenis barang dan jasa termasuk tanah (hak pakai) untuk membangun tempat tinggal mereka.
Tidak Berhak
Rumah tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok. Tanpa tempat tinggal memang manusia masih bisa bertahan hidup, tapi tanpa tempat tinggal manusia tidak terlindungi dari hujan, angin malam yang dingin, binatang buas, pencuri, dan secara psikologis akan mengganggu manusia tersebut, karena itu tempat tinggal (rumah) menjadi hal yang penting untuk disediakan.
Baca juga; Kerinduan Kepada Rasulullah Dari Penduduk Langit Bernama Uwais Al Qarni
Memiliki rumah harus seiring dengan kepemilikan tanah, sebab rumah dibangun di tanah yang melekat hak diatasnya. Lain halnya dengan orang asing yang akan memiliki rumah, mereka tidak boleh memiliki tanahnya. Hal itu diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria dan dengan Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Hak kepemilikan tanah diberikan hanya untuk orang Indonesia. Orang asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal atau hunian hanya dengan hak pakai. Apabila orang asing tersebut meninggal dunia, rumah atau hunian tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya yang mempunyai izin tinggal di Indonesia.
Baca juga; Tanah Negara
Hak memiliki rumah tidak diberikan kepada semua orang asing yang ada di Indonesia. Orang asing yang berhak memiliki rumah di Indonesia apabila orang tersebut memberikan manfaat bagi kehidupan bangsa, melakukan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia.
Orang-orang asing yang tidak memberikan manfaat, keberadaannya di Indonesia merupakan sindikat darikejahatan dan tidak memiliki izin tinggal di Indonesia, maka tidak berhak diberikan tempat tinggal di Indonesia. Hak kepemilikan rumah atau hunian menurut peraturan pemerintah tersebut bersifat selektif.
Baca juga; Cara Mengurus Sertifikat Tanah Yang Hilang Atau Rusak
Sebaiknya orang asing dibatasi untuk memiliki satu rumah tempat tinggal. Rumah yang dapat dimiliki harus rumah tunggal atau Sarusun (SatuanRumahSusun) diatas tanah yang berstatus hak pakai, atau hak pakai di atas hak milik yang dikuasai harus berdasarkan perjanjian dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Hak pakai tanah untuk rumah atau hunian bagi orang asing dapat diberikan selama 80 tahun dengan ketentuan selama 30 tahun hak tersebut diberikan, diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui 30 tahun kemudian. Menurut Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2015, perpanjangan dan pembaharuan hak tersebut dapat dilakukan apabila orang asing masih memiliki izin tinggal di Indonesia.
Baca juga; Setahun, 250 Ribu Wisatawan Datang ke Medan
Apabila orang asing tidak lagi tingal di Indonesia, maka wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Jika belum dilepaskan atau belum dialihkan kepada pihak lain, maka rumah dilelang oleh Negara atau rumah tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang dipakai oleh orang asing.
Untuk kepemilikan apartemen, mantan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan bahwa warga negara asing yang membeli properti hanya pada segmen apartemen mewah di atas Rp. 5 miliar dan tidak diperkenankan untuk membeli rumah tapak. Maka, pemberian izin orang asing untuk membeli properti harus dipastikan tidak mengurangi hak warga negara Indonesia dalam memiliki rumah di atas tanah Indonesia.
Baca juga; TPGD Apresiasi Penangkapan Dan Desak Polrestabes Medan Tangkap Tersangka Lain
Harus lebih diperhatikan tindakan orang asing yang tinggal dan menetap di Indonesia, terlebih jika orang asing tersebut ingin memiliki rumah tempat tinggalnya. Banyak kasus yang telah terjadi orang asing tinggal di tempat-tempat tertentu yang sangat tertutup kemudian melakukan kejahatan. Tidak sedikit pula orang asing menyalah gunakan atau tidak memiliki izin tinggal di Indonesia, maka hal ini harus ditindak.
Jangan sampai pendudukasli “dikelabui” dalam hal kepemilikan rumah untuk orang asing, sehingga tidak mampu bersaing dengan orang asing untuk memiliki sebuah rumah, atau rumah-rumah yang dimiliki oleh penduduk asli ditawar dengan harga yang tinggi tanpa aturan sehingga dimiliki oleh orang-orang asing. Jika demikian, maka dikhawatirkan penduduk asli akan “menumpang di tempat sendiri”.
*Penulis adalah Advokat dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).