Litigasi - Bapak Jiwo (nama samaran) menerima uang melalui transfer bank untuk meluluskan seorang Calon Kepala Daerah (Cakada) agar dicalonkan oleh suatu parpol, lalu uang tersebut diserahkan oleh Pak Jiwo kepada temannya yang mengaku mampu memuluskan Cakada tersebut untuk dicalonkan Parpol tertentu, penyerahan itu tanpa tanda terima (kwitansi). Tetapi Cakada tersebut gagal dicalonkan oleh Parpol yang dituju.
Cakada tersebut akhirnya meminta uangnya kembali, kemudian melakukan pencemaran nama baik Pak Jiwo kepada tetangganya dengan mengatakan “si Jiwo itu penipu, dia sudah menggelapkan uang saya”. Atas kejadian tersebut Pak Jiwo bermaksud mengadukan Cakada kepada Polisi tentang pencemaran nama baik.
ads
Pembahasan
Dari kasus tersebut, bisa saja Pak Jiwo membuat pengaduan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap Cakada tersebut kepada Kepolisian setempat, dengan menerapkan Pasal 310 ayat (1) KUHP yang isinya menyatakan:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Alasan dapat diterapkannya Pasal 310 ayat (1) KUHP karena Cakada telah melontarkan kata-kata “si Jiwo itu penipu, dia sudah menggelapkan uangku” di hadapan umum yakni tetangga Pak Jiwo, dengan maksud agar diketahui umum. Kalimat itu menyerang kehormatan atau nama baik Pak Jiwo.
Mengutip pendapat SR Sianturi dalam bukunya berjudul “Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya” Halaman 559 menyatakan; Tindakan yang dilarangan di Pasal 310 ayat (1) KUHP ini adalah:
- Menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu (hal/tindakan) dengan maksud yang jelas (kenlijk doel) supaya hal itu tersiar pada umum, atau
- Menyerang nama baik seseorang…. (vide a).
Masih menurut SR Sianturi, pada pokoknya cara untuk menyerang kehormatan seseorang itu adalah dengan menuduhkan sesuatu hal/perbuatan. Hal/perbuatan itu tidak selalu harus merupakan suatu tindakan yang diuraikan secara terperinci mengenai kejadiannya serta uraian tempat dan waktunya.
Kemudian yang dimaksud menyerang nama baik ialah merusak penilaian yang baik dari masyarakat kepada seseorang, sehingga seseorang tidak dihormati lagi seperti sediakala, atau tidak mendapat tempat yang terhormat lagi di hati masyarakat.
Selain itu menurut ahli hukum R. Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” Halaman 225 menjelaskan bahwa Pasal 310 KUHP tentang “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya tentang nama baik.
Kalimat “si Jiwo itu penipu, dia sudah menggelapkan uangku” dapat dikwalifikasikan menyerang kehormatan dan nama baik Pak Jiwo karena dilontarkan di depan umum.
Meskipun menurut Cakada ada penerimaan uang yang berdimensi delik penipuan dan penggelapan, namun senyatanya belum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Hal itu tidak bisa dijadikan alasan pembenar untuk melontarkan kata-kata “si Jiwo itu penipu, dia sudah menggelapkan uangku”.
Bahwa sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum (inkracht van gewijsde) tidak ada yang bisa dipersalahkan karena negara ini menganut prinsip praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
Jadi, kuat argumen untuk mengadukan pencemaran nama baik terhadap Cakada tersebut ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) pada kantor Kepolisian setempat.
ads
Pertimbangan
Namun demikian, sebelum membuat pengaduan Pasal 310 KUHP diatas, perlu dipertimbangan tentang adanya penerimaan uang oleh Pak Jiwo yang berdimensi melanggar Pasal 372 jo. 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan.
Mencermati apa yang sudah terjadi dan isi Pasal 372 KUHP yakni; Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Maka bisa difahami bahwa delik penggelapan itu berkaitan dengan penerimaan uang untuk meluluskan Cakada agar dicalonkan oleh Parpol yang dituju, tetapi gagal. Dapat diduga uang tersebut tidak dipergunakan untuk itu.
Kemudian delik penipuannya dapat ditarik dari perbuatan-perbuatan sebelum serah terima uang. Pastinya terdapat faktor-faktor yang menggerakkan atau mempengaruhi Cakada tersebut sehingga menyerahkan uang kepada Pak Jiwo. Tentu sebelumnya terjadi bujuk-rayu, martabat palsu, janji-janji palsu, tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan sehingga Cakada terpengaruh atau tergerak menyerahkan uang.
Misalnya bujuk rayu atau janji palsu atau tipu muslihat berupa adanya janji dari Pak Jiwo dapat meluluskan Cakada supaya dicalonkan oleh Parpol yang dituju. Ataupun misalnya adanya pernyataan mampu mengurus atau mengaku-ngaku sebagai pengurus Parpol padahal tidak benar. Ataupun memiliki kedekatan spesial dengan pimpinan Parpol, sehingga Cakada itu merasa yakin untuk menyerahkan uang.
Hal itu sesuai maksud Pasal 378 KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Jadi perbuatan Pak Jiwo dimungkinkan melanggar Pasal 372 jo. 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.
Perlu dipertimbangakan bahwa ancaman hukuman Pasal 372 jo. 378 KUHP adalah pidana penjara paling lama 4 (empat), lebih berat jika dibandingkan dengan ancaman hukuman pada Pasal 310 ayat (1) KUHP yakni paling lama 9 (sembilan) bulan pidana penjara.
Disamping itu, bahwa Pasal 372 jo. 378 KUHP dikwalifikasikan sebagai pasal yang dapat dilakukan penahanan, sesuai Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP. Sedangkan Pasal 310 ayat (1) KUHP tidak termasuk pasal yang dapat dilakukan penahanan.
Untuk itu langkah Pak Jiwo untuk mengadukan Cakada melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHP ke Kepolisian perlu dipertimbangkan dengan cermat. Kemungkinannya jika terjadi saling melaporkan maka yang lebih berpeluang untuk dilakukan penahanan adalah Pak Jiwo (red).
ads