Medan - Kisruh pengelolaan Pasar Pringgan ternyata belum juga terselesaikan. Para pedagang masih tetap menolak dikelola oleh PT Parbens.
Ketua Pedagang Pasar Peringgan, Bahtera Sembiring menyatakan, pengelolaan pasar yang kini dialihkan kepada pihak swasta sesuai Perda No. 23 Tahun 2014, Pasal 331 ayat 1, 2, 3 dan 4, seyogyanya dikelola pemerintah, yakni PD Pasar.
Artinya, tidak dibenarkan dikelola swasta. Akan tetapi, kenapa Pemko bersikukuh agar dikelola pihak ketiga. "Ada apa ini sebenarnya, kenapa Pemko ngotot mengalihkan kepada swasta? Apakah boleh dilakukan perjanjian tetapi melanggar perda? Tentunya ini perlu dipertanyakan," ujarnya di rapat dengar pendapat (RDP) Komisi C DPRD Medan, Sumatera Utara (Sumut), Senin (3/12/2018).
Jubir KPK Jelaskan Jadwal Sidang Perdana Kasus Suap Bupati Labuhanbatu
Bahtera mengaku heran dengan Pemko Medan bersikukuh agar PT Parbens tetap mengelola pasar tersebut. Padahal, sudah jelas-jelas ada perda yang mengatur.
Hal senada disampaikan pedagang lainnya, Emi Rosida. "Saya sudah 40 tahun lebih berjualan. Ketika beralih ke PT Parbens, tak berlaku lagi surat yang kami urus sama PD Pasar. Hilang hak kami berjualan di sana, dan kami enggak rela. Tolonglah kami para pedagang, kami hanya berjualan untuk mencari makan. Kalau tidak dibolehkan lagi berdagang, mau makan apa anak-anak kami," ungkap Emi sambil menangis.
Menurut Emi, dengan keberadaan PT Parbens, otomatis pedagang terancam berjualan di sana. "Kami teraniaya, diusir dan dieksekusi untuk tidak lagi berjualan. Tolong kami yang rakyat kecil ini, mau minta perlindungan kepada siapa lagi," keluhnya.
Jubirnya Penuhi Panggilan Polda Metro, Menurut Ketua KY Ini Penugasan Ketua
Wanita yang mengaku sudah berjualan di Pasar Peringgan sejak tahun 1971 ini berharap, pengelolaan pasar tersebut dikembalikan kepada PD Pasar.
"Kami sangat rindu dan senang pasar ini dikelola oleh PD Pasar. Sebab, PD Pasar memperbaiki gedung yang bocor, menge-cat dinding, dan dibersihkan sehingga menjadi rapi. Tapi kalau PT Parbens kami tidak mau karena cara mereka tidak cocok dengan pedagang," akunya.
Menjawab berbagai keluhan yang disampaikan pedagang, Sekretaris Badan Pengawas (Bawas) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Medan, Qamarul Fatah mengaku tidak bisa mengambil keputusan terkait pengelolaan pasar tersebut. Sebab, ia tak memiliki kewenangan untuk memutuskan solusi dari persoalan yang terjadi.
"Saya tidak bisa mengambil keputusan dan memberikan tanggapan yang lebih. Ini bukan kompetensi saya memberikan jawaban atas persoalan yang terjadi atau bukan kapasitas saya," akunya.
Dirut PD Pasar, Rusdi Sinuraya menuturkan, tertanggal 25 Januari 2018 pengelolaan pasar diserahkan ke PT Parbens dari PD Pasar.
Setelah itu, seiring berjalannya waktu terjadilah konflik antara pedagang dengan pengelola yang baru. Lantas, perjanjian tersebut dilakukan adendum (tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya, namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu).
"Pada adendum tersebut, PD Pasar tidak ada dilibatkan sama sekali. Kalau tidak salah adendum dilakukan pada 23 Maret 2018," terangnya.
PN Medan Turun Kelas Setelah Kasus OTT, Djaniko Girsang Ingin Kembalikan
Disebutkan Rusdi, pada adendum tersebut telah dijelaskan bahwa PT Parbens menetapkan kontribusi pedagang sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Kebijakan yang dilakukan PT Parbens seharusnya sama seperti yang diterapkan PD Pasar," ucapnya.
Banyak Persoalan
Mendengar jawaban tersebut, Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan memutuskan RDP diskor karena tidak ada solusi yang dihasilkan.
Rapat dilanjutkan pada Senin (10/12/2018) pekan depan dengan menghadirkan pemangku kepentingan yang bisa mengambil kebijakan, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan, Wiriya Alrahman.
"Banyak persoalan yang terjadi dalam pengambilalihan pengelolaan Pasar Peringgan kepada PT Parbens. Mulai dari sudah terbitnya surat pedagang oleh PD Pasar tetapi tiba-tiba dialihkan Pemko kepada swasta sehingga tidak berlaku lagi. Kemudian, pedagang yang mengurus surat baru dipaksa keluar hingga retribusi tidak sesuai dengan perda dan memunculkan tarif baru. Artinya, pihak swasta tidak melakukan yang sesuai dengan kerja sama. Jadi, perlu dibahas untuk tidak tindakan pengelolaan pasar ini dan untuk direkomendasikan," ucapnya. (asw)