Litigasi - Salah satu konsekwensi merger perusahaan adalah berhentinya status badan hukum perusahaan yang menggabungkan diri ke perusahaan lain dalam artian perushaan tersebut bubar. Sehingga kegiatan usaha yang selama ini dijalankan oleh perusahaan tersebut beralih atau berhenti.
Keputusan merger perusahaan berefek kepada banyak pihak, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan. Akan terjadi perubahan yang sangat signifikan sehingga diperlukan pengkajian secara detail agar pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak menderita kerugian. Contoh pihak yang berkaitan langsung adalah karyawan. Menyikapi keberadaaan karyawan diperlukan langkah-langkah persuasive untuk mengakomodir kepentingan karyawan maupun perusahaan.
ads
Disamping karyawan, pemegang saham sebagai pihak internal perusahaan juga sangat terpengaruh. Kedudukannya tidak bisa diabaikan, harus dilakukan negosiasi secara komprehensif agar pemegang saham yang tidak menyetujui dilakukannya merger tidak merasa dirugikan, meskipun kedudukannya sebagai pemegang saham minoritas.
UU No. 20 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas mengatur bahwa merger atau penggabungan perusahaan harus memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain diantaranya adalah kepentingan perseroan itu sendiri, pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor dan mitra usaha, masyarakat dan memegang teguh sikap persaingan usaha yang sehat dan anti monopoli.
ads
Inilah yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan merger. Di dalam Pasal 126 ayat (3) UU No. 40 tahun 2007 menegaskan “Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan”. Maksudnya adalah dalam proses pemenuhan hak pemegang saham yang tidak setuju proses penggabungan (merger) tetap bisa dilaksanakan, jadi proses tersebut tidak mengharuskan tertundanya proses merger. Pasal ini tidak bermaksud proses merger mengabaikan hak-hak pemegang saham yang tidak setuju adanya merger.
Keharusan untuk tidak mengabaikan kepentikan pihak tertentu lebih tegas dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 126 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 yang menegaskan “Ketentuan ini menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Selanjutnya, dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat”.
ads
Menurut pendapat M. Yahya Harahap, SH., dalam bukunya berjudul “Hukum Perseroan Terbatas” Halaman 486 menegaskan; Oleh karena Penjelasan Pasal 126 ayat (1) mengatakan penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu, dapat ditafsirkan dan dikonstruksi, kepentingan pihak-pihak tertentu tersebut merupakan syarat yang tidak boleh dilanggar pada perbuatan hukum penggabungan.
Aspek yuridis harus dikedepankan dan dipedomani dalam pelaksanan penggabungan perusahaan. Pejelasan Pasal 126 ayat (1) tersebut dapat dimaknai sebagai norma yang bersifat imperative atau wajib. Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi maka konsekwensi hukum bahwa tindakan penggabungan tersebut adalah cacat hukum dan dapat dimintakan pembatalannya kepada ketua Pengadilan Negeri.