Litigasi - Pada dasarnya salah satu tugas dan wewenang yang diberikan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kepada Polisi Republik Indonesia (POLRI) untuk melakukan penyitaan terhadap benda atau alat yang mempunyai keterkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan Tersangka. Kemudian oleh penyidik diserakan ke Jaksa untuk digunakan sebagai barang bukti dalam proses pembuktian di persidangan. Penyitaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur secara terpisah dalam beberapa bagian, sebagian besar diatur dalam Bab V bagian ke 4 (empat) Pasal 38 sampai dengan Pasal 48 KUHAP dan Pasal 128 sampai 130 KUHAP serta sebagian kecil diatur pula dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP. Dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP, menjelaskan definisinya yakni:
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaan benda bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dipengadilan.
Jika kita melihat definisi penyitaan yang terdapat dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP diatas maka tindakan penyidik dalam melakukan pengambil alihan maupun penyimpanan benda-benda milik seorang tersangka merupakan bagian dari upaya paksa. Tindakan penyidik tersebut dibenarkan oleh hukum sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam KUHAP benda sitaan dan barang rampasan adalah dua objek yang berbeda, namun dalam kebendaan yang sama. Benda sitaan adalah benda-benda yang disita untuk kepentingan pembuktian dipenyidikan, penuntutan, atau peradilan berdasarkan Pasal 39 KUHAP. Sedangkan barang rampasan adalah benda-benda yang oleh putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 46 ayat (2) KUHAP.
ads
Untuk mencegah tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan terkait dengan penyitaan terhadap benda maupun alat yang diduga digunakan Tersangka pada saat melakukan tindak pidana. Maka kita bisa memahami lebih jelas kewenangan penyitaan dalam KUHAP dengan melihat prinsip-prinsip penyitaan dalam Pasal 38 sampai dengan 48 KUHAP, diantaranya sebagai berikut:
-
Tindakan penyitaan oleh penyidik, hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri di daerah penyitaan itu akan dilakukan sebagaimana amanah Pasal 38 ayat (1) KUHAP. Namun dalam Pasal 38 ayat (2) KUHAP memberikan pengecualian, di mana dijelaskan bahwa apabila dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan terlebih dahulu tanpa harus meminta ijin dari Ketua Pengadilan Negeri. Hanya terkhusus untuk benda bergerak dan setelahnya wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh persetujuannya.
-
Kemudian adapun kriteria untuk benda-benda yang dapat dilakukan penyitaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP yaitu: a). Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b). Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan; c). Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; d). Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana; e). benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Dan terhadap benda sitaan dalam perkara perdata yang diakibatkan karena adanya pailit, penyidik juga memiliki kewenangan untuk menyita benda tersebut untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (1).
-
Terhadap seorang Tersangka yang tertangkap tangan, penyidik juga dapat melakukan penyitaan terhadap benda maupun alat yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 KUHAP.
-
Mengenai paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan melalui kantor pos serta telekomunikasi dan surat atau benda tersebut diperuntukkan atau ditujukan kepada tersangka atau berasal dariTersangka. dalam hal tertangkap tangan, penyidik berwenang melakukan penyitaan surat atau benda tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 KUHAP.
-
Penyidik juga berwenang untuk memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan, sebagaiamana diatur dalam Pasal 42 KUHAP.
ads -
Berkaitan dengan surat atau tulisan yang diwajibkan oleh Undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara. Penyitaan hanya dapat dilakukan atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat, kecuali Undang-undang menentukan lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 KUHAP.
-
Terhadap tempat penyimpanan untuk benda sitaan dapat disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN). sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) KUHAP. namun apabila belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara ditempat tersebut, maka penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kantor kejaksaan Negeri, Kantor Pengadilan Negeri, di gedung Bank Pemerintah ataupun jika dalam keadaan yang memaksa benda sitaan tersebut dapat disita ditempat semula benda itu disita. Kemudian yang bertanggung jawab terhadap benda sitaan tersebut yaitu pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun.
-
Untuk prinsip pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan juga telah diatur dalam Pasal 45 KUHAP. Pasal 45 KUHAP memberikan Penjelasan kriteria benda yang lekas rusak dan membahayakan namun tidak memberikan ukuran biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, maka hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang ada pada RUPBASAN. Terhadap benda yang menurut sifatnya lekas rusak, dapat dijual melalui lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di sidang pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk dijadikan barang bukti.
-
Sedangkan Penjelasan Pasal 46 ayat (1) KUHAP yaitu untuk benda yang dikenakan penyitaan diperlukan pemeriksaan sebagai barang bukti, selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda tersebut masih diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat benda yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian maka benda tersebut dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan. Kecuali apabila menurut putusan hakim benda sitaan tersebut dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
ads -
Pasal 47 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa untuk surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi dan benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan tindak pidana maka penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyitanya sepanjang mendapat izin khusus dari Ketua Pengadilan Negeri.
-
Pasal 48 KUHAP juga memberikan penjelasan mengenai Surat yang sudah dibuka dan diperiksa dan ternyata ada hubungannya dengan perkara yang diperiksa maka surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. Namun sebaliknya apabila surat tersebut sesudah diperiksa tidak ada hubungannya dengan perkara maka surat tersebut harus ditutup dan dikembalikan kembali kepada kantor pos dengan dibubuhi cap yang berbunyi “telah dibuka oleh penyidik” dengan dibubuhi tanggal, tandatangan beserta identitas penyidik.
Kemudian Pasal 128 KUHAP, juga telah menjelaskan hal yang harus dilakukan penyidik pada saat ingin melakukan penyitaan yaitu terlebih dahulu menunjukan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita. Dan dalam Pasal 129 KUHAP, penyidik juga harus memperlihatkan benda yang akan disita atau kepada keluarganya dapat dimintai keterangan tentang benda yang akan disita, yang disaksikan oleh Kepala Desa atau ketua lingkungan yang dihadiri oleh dua orang saksi. Untuk selanjutnya penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang tua atau keluarganya. dan untuk benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita yang kemudian diberi cap jabatan atau ditandatangani oleh penyidik. terkait dengan benda sitaan yang tidak dimungkinkan untuk dibungkus, penyidik memberi catatan yang ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 130 KUHAP (irv).