Litigasi - Tindak pidana pembunuhan diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Buku Kedua Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa. Pembunuhan diartikan sebagai tindakan merampas atau menghilangkan nyawa orang lain, dengan cara melawan hukum. KUHP mengatur beberapa klasifikasi tindak pidana pembunuhan demi menjerat pelakunya sesuai dengan perbuatannya itu.
Tindak pidana pembunuhan secara umum atau diistilahkan dengan pembunuhan biasa diatur di dalam Pasal 338 KUHP yang menyatakan; “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Katagori menghilangkan atau merampas nyawa orang lain dimaksud dalam pasal itu harus dilakukan dengan sengaja, jadi unsur “dengan sengaja” disini sangat penting dan harus bisa dibuktikan sebab jika pembunuhan dilakukan tanpa unsur kesengajaan dikwalifikasi sebagai delic culpa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359 KUHP yang isinya menyatakan; “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Disamping itu, ada istilah pembunuhan dengan kwalifikasi tertentu, yang diistilahkan dengan pembunuhan yang disertai/diahului dengan tindak pidana lain sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 339 KUHP yang menyatakan; “Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
ads
Dalam ketentuan Pasal itu disyaratkan adanya unsur tindak pidana pendahuluan atau yang menyertainya. Contohnya seorang atau beberapa orang pelaku ingin membunuh korbannya, oleh karena calon korbannya berada di dalam suatu ruangan maka pelaku melakukan tindak pidana pengerusakan terhadap barang-barang yang menghalanginya, seperti merusak pintu atau dinding, bertujuan untuk mensukseskan atau memudahkannya melangsungkan pembunuhan terhadap korbannya. Jadi ada dua tindak pidana yang terjadi, pengerusakan terhadap barang dan tindak pidana pembunuhan.
Kemudian dikenal dengan pembunuhan berencana diatur di dalam Pasal 340 yang menyatakan:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan berencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
Ketiga klasifikasi di atas adalah pembunuhan yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, juga masih ada tindak pidana pembunuhan yang diatur di dalam KUHP namun tidak dibahas di pembahasan ini. Pada kesempatan ini akan dibahas unsur “rencana terlebih dahulu” yang terkandung di Pasal 340 KUHP.
Berkaitan dengan Pasal 340 itu, akhir-akhir ini ada kasus yang mengejutkan publik tentang tindak pidana pembunuhan secara berencana terhadap seorang hakim Pengadilan Negeri Medan bernama Jamaluddin, Kepolisian Resor Kota Besar Medan telah menetapkan Isterinya berinisial ZH dan dua orang temannya sebagai tersangkan, mereka dijerat dengan Pasal 340 Subsider Pasal 338 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1e. Update terakhir berkas perkara sudah dilimpahkan ke PN Medan dan telah pula ditetapkan jadwal persidangannya. Baca berita terkait PN Medan Jadwalkan Sidang Pembunuhan Hakim Jamaluddin
Bahwa untuk menjerat pelaku tindak pidana, Penyidik bertugas mengumpulkan alat-alat bukti yang sah dan valid untuk menduga keras atau secara meyakinkan bahwa seseorang adalah pelakunya, tidak boleh ada keraguan sedikitpun karena ini penanganan suatu kasus berkaitan erat dengan nasib seorang tersangka maupun si korban. Alat bukti yang diperoleh harus dapat membuktikan unsur-unsur tindak pidana yang dimaksud di dalam Pasal 340 itu, dan membuktikan seseorang adalah pelakunya.
Salah satu unsur penting di dalam Pasal tersebut adalah unsur “rencana terlebih dahulu”, unsur itu harus bisa dibuktikan jika akan menjerat seseorang dengan tuduhan melanggar Pasal 340.
Seorang ahli hukum pindana bernama Adami Chazawi berpendapat untuk memenuhi unsur “rencana terlebih dahulu” sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 340 itu harus terpenuhi 3 (tiga) syarat sebagai berikut:
Pertama; Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, artinya pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam susana (batin) yang tenang. Suasana (batin) yang tenang adalah suasana yang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosional yang tinggi. Indikatornya adalah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh itu, telah dipikirnya dan dipertimbangkannya untung dan rugi dari akibat perbuatannya. Sedangkan perbuatannya tidak diwujudkan ketika itu.
ads
Kedua; Ada tenggang waktu yang cukup, artinya adanya tenggang waktu yang cukup antara timbulnya/diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup adalah relatif. Tidak terlalu singkat, sehingga mempunyai kesempatan untuk berpikir dan tidak boleh terlalu lama. Sebab, bila terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.
Ketiga; Pelakasanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, maksudnya suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana hati yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan.
Tiga syarat dengan rencana terlebih dulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat komulatif dan saling berhubungan, atau merupakan suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Perencanaan itu mungkin saja bisa muncul dari sikap dendam dari pelaku walaupun tidak selamanya berlatarbelakang dendam.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, menjelaskan unsur “direncanakan terlebih dahulu” maksudnya antara timbul maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah itu akan dilakukan.
Sedangkan menurut ahli hukum S.R. Sianturi, S.H., dalam bukunya yang berjudul “Tindak Pidana Di KUHP Berikut Uraiannya”, inti dari Pasal 340 KUHP yaitu dengan rencana terlebih dahulu dipandang ada jika sipetindak dalam suatu waktu yang cukup telah memikirkan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu, tempat, cara atau alat dan lain sebagainya yang akan digunakan untuk pembunuhan tersebut. Dan hal tersebut dapat juga telah terpikirkan oleh sipelaku bahwa akibat dari pembunuhan itu ataupun cara-cara lain sehingga orang lain tidak dengan mudah mengetahui bahwa dialah pembunuhnya. S.R. Sianturi, S.H., juga menegaskan keadaan secara tenang atau emosional pada waktu yang cukup itu untuk memikirkannya, tiadalah terlalu penting. Yang penting ialah bahwa waktu yang cukup itu tidak dapat dipandang lagi sebagai suatu reaksi yang segera menyebabkan dia berkehendak melakukan pembunuhan itu.
Dengan demikian jelaslah unsur “rencana terlebih dahulu” dalam Pasal 340 KUHpidana. Dapat disimpulkan unsur ““rencana terlebih dahulu” harus ada tempo antara persiapan dengan pelaksanaan tindak pidana. Tempo itu tidak terlalu lama merupakan kesempatan menyusun langkah-langkah, demikian juga tempa bagi pelaku untuk menimbang-nimbang apakah tetap melangsungkan niatnya atau menghentikannya (irv).